Rabu, 16 November 2016

Tak Bisa Bersama

“Dinda tunggu Dinda…..”
Lelaki itu memanggilku sesaat ku berjalan di pertigaan komplek rumah.
“Maaf Kak, ada apa?” aku menghentikan kakiku tanpa sedikitpun berpikir untuk menjauh ataupun pergi saat kusadari lelaki itu memanggilku.
“Dindaa… aku ingin konfirmasi pesan balasan yang Dinda kirim via Whats App empat hari yang lalu kemarin.”
“Apa yang harus dikonfirmasi Kak? Semuanya sudah Dinda jelaskan di pesan itu. Dinda rasa semuanya sudah Dinda sampaikan dan tak ada satupun yang Dinda lewatkan ataupun Dinda sembunyikan.”
“Tapi Dindaa….” Lelaki itu menunduk tanpa kejelasan. “Jika Dinda tidak sedang sibuk, ijinkan Kakak untuk berbicara sepuluh menit saja bersama Dinda. Dinda bisa?.”
“Baik Kak, bisa.”
Aku dan lelaki itupun menghampiri kursi bambu yang tidak jauh dari tempat kita berdiri sekarang. Aku menunggu lelaki ini berbicara. Satu menit telah berlalu… tak ada kata, seperti ada sesuatu yang tersirat, terpikirkan dan tertahan.
“Kaaakkkk….. maaf atas segala keputusan yang telah Dinda buat.” Aku memaksakan memulai pembicaraan.
“Dinda tidak salah. Tapi Kakak yang salah Dinda… selama ini Kakak tau dengan segala ketidak tegasan Kakak, berlama-lama membuat Dinda menunggu dalam ketidak pastian ini. Maafkan kakak… meski kakak tau semua ini tidak akan merubah apapun tapi setidaknya Dinda dan Kakak bisa saling mengikhlaskan satu sama lain. Menapaki jalan dan masa depan dengan jalan kita masing-masing. Maafkan kakak dengan segala keikhlasanmu, setidaknya itu bisa mengobati sedikit sesak yang terus bertambah-tambah di dada ini.”
Matanya seakan perih. Memerah menahan semuanya. Entah itu kekecewaan, penyesalan, ataupun rasa takut kehilangan. Aku tidak tahu… yang jelas kini semuanya sudah berubah. Lelaki yang berada di sampingku sekarang bukanlah lelaki yang kukagumi dulu. Lelaki yang selalu membuat aku nyaman dalam keadaan apapun. Bahkan lelaki ini terlalu sering membuat aku kesal, tapi aku menyukainya. Selama ini tak pernah ada pertemuan setelah dua tahun yang lalu saat masih berada di bangku sekolah. Tapi mengapa kini harus ada perpisahan saat jarak hati ini tak begitu jauh untuk disatukan. Tapi inilah jalan hidup yang aku pilih.
Masih ingat dalam benakku satu bulan yang lalu. Aku mengakui perasaanku terhadap lelaki ini. ‘Kak Zul’ namanya. Aku seorang wanita yang mencoba memberanikan diri dan mengakui perasaanku terhadapnya. Bukan pengakuan cinta ataupun suka. Tapi pengakuan atas keinginanku untuk segera dihalalkan. Aku tahu dan sadar, menikah memang tidak semudah yang dipikirkan karena harus ada kematangan mental di dalamnya. Tetapi itulah konsekuensinya. Akankah kita memilih untuk berjuang bersama-sama untuk kedepannya ataukah menyerah dan kita akan berjalan masing-masing sesuai keinginan kita yang bertolak belakang.
Apa aku egois dengan segala kejujuran hatiku? Tapi lelaki itu menjawab tidak. Dan dia menyampaikan satu kata yang membuat aku ingin mengakhiri percakapan ini. ‘Dindaa… aku ingin memilikimu, tapi aku belum siap untuk meminangmu’. ada rasa sedih saat ku mendengar pengakuannya, tapi aku mencoba menjawab dengan segala kebijaksanaanku. “Baiklah Kak, Dinda mengerti tapi apakah Dinda boleh meminta sesuatu? Dinda ingin, Kakak memenuhi keinginan Dinda ini.” “Insya Allah Dinda” jawab kakak.
“Kak… setelah kita mengetahui masing –masing pengakuan kita. Mulai saat ini dan selanjutnya Dinda ingin kita jalan masing-masing. Kakak fokus dengan jalan kakak dan Dinda fokus dengan jalan Dinda. Dinda tidak ingin di antara kita ada komunikasi dan komitmen apapun.”
“Dindaaa….”
“Maafkan Dinda Kak, Dinda hanya wanita yang lemah. Dinda takut sama Allah. Dinda takut tidak bisa mengendalikan semuanya. Karena jodoh tidak akan kemana, jikalau di perjalanan ini Kakak mendapatkan seseorang yang mampu meluluhkan hati kakak. Dinda tidak akan melarang. Dinda ikhlas jika kakak meminang wanita lain. Dinda ikhlas… tetapi ijinkan pula dinda untuk menentukan dan memilih alur atau jalan hidup Dinda.”
“Dindaa… kita sama-sama tahu kita ingin saling memiliki tetapi pernikahan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh proses di dalamnya Dindaa… Tetapi jika itu yang Dinda inginkan, kakak bebaskan Dinda untuk memilih lelaki yang pantas untuk dijadikan sandaran bagi Dinda. Kakak bebaskan.”
“Baiklah kak… Terimakasih atas keputusan yang melegakan ini.”
Semenjak itu tidak ada lagi komunikasi di antara kita. Tetapi ada satu hal yang membuat aku sakit, lelaki itu men-delete contact BBM-ku. Sebenarnya sangat tidak bermasalah toh selama aku mempunyai kontak BBM-nya tidak begitu sering berkomunikasi kalau bukan membicarakan hal yang penting. Tapi apakah setakut itu hingga aku merasa lelaki ini seolah-olah menghindariku.
“Dinda bisa maafkan kakak?.”
“Dinda sudah mengikhlaskan semuanya, Kak.”
“Terimakasih Dindaa…” Lelaki itu berdiri dan memberikan senyum perpisahan. Senyumnya yang  melepaskan ku pergi. Aku melihatnya dengan jelas. Kedua mataku terpaksa menatapnya, membalas senyumannya yang baru sempat aku berikan. ‘Untuk terakhir kali’ Pikirku. Matanya yang memerah berjalan menjauh dari tempatku. Aku kembali tertunduk menahan sesak di dada, Manahan sakit di hati, menahan perih yang menguasai mataku. Karena bagaimanapun, aku harus mengikhlaskannya. Seperti dia yang mengikhlaskanku sebulan yang lalu. bagaimana bisa dia mengikhlaskanku untuk dimiliki lelaki lain. Dimanakah arti cinta yang merupakan suatu perjuangan? Semua yang ku tahu disini hanya kerelaan dan keputus asaan. Aku kecewa. Cinta yang selama ini aku perjuangkan semuanya tak bisa aku pertahankan karena kerelaannya yang membuat aku tersadar. Tersadar karena telah memperjuangkan cinta yang salah. Memperjuangkan cinta yang tak seharusnya untuk diperjuangkan.
“Dindaa…” baru saja berjalan lima langkah, lelaki itu kembali memanggilku. Aku hanya tersenyum menyembunyikan semuanya yang tertahan.
“Jangan lupa bahagia Dindaa.” Katanya yang membuatku kembali tersenyum untuk ketiga kalinya, akupun berjalan berbalik arah dengannya. Melangkah, dan berlari… aku berlari menerobos celah-celah rerumputan yang menghalangi kakiku. Sesampai di rumah kini semuanya tak ada yang tertahan, aku menangis sejadi-jadinya. Karena tidak bisa dipungkiri lagi sangat butuh waktu untuk melepaskan hati seseorang yang selama ini aku jaga dan kupegang erat-erat. Aku mencintainya, dia mencintaiku, tapi kebersamaan itu tidak sedang berpihak pada cinta ini. karena aku dan dia tak bisa bersama. Kini aku akan membuka lembaran baru tanpanya, memperpanjang bait-bait do’a, menuju akad pernikahanku yang kurang lebih tujuh hari lagi. Karena lelaki yang akan aku pilih adalah dia yang berani meminta restu kepada kedua orang tuaku bukan untuk sekedar menjaga atau menggantikan peran kedua orang tuaku. Tapi untuk menyempurnakan tulang rusuknya yang terpatah dan menyatukannya kembali setelah sekian lama terpisah. 

Minggu, 13 November 2016

Jalan Menuju Kamu


Cinta bukan hanya masalah pengorbanan, perjuangan ataupun mengikhlaskan. Karena menurut pendapat salah satu ustadz saat kajian kemarin, arti cinta secara umum adalah melakukan yang terbaik untuk orang yang kita cinta. Jadi cinta mempunyai makna saling menjaga hati antara satu dengan yang lain. Bisa jadi jarak tempat memang bisa menjauhkan, tetapi jarak yang jauh ataupun tempat yang jauh apakah dapat menjaga jarak antara satu hati dengan hati yang lain untuk menjaga hati? Saling berharap dan menunggu dalam ketidak ridhoan-Nya merupakan salah satu bentuk belum menjaga jarak antara hati. Jadi dalam perjalanan ini, ijinkanku untuk menjaga jarak hati ini untuk tidak menunggu ataupun berharap dalam ketidakpastian. Agar jalan menuju kamu berada dalam keridhoan dan restu-Nya. Karena ini merupakan salah satu caraku untuk melakukan yang terbaik untukmu yang belum ku ketahui keberadaannya. Sekian.

#OneDayOneStory
#BelajarNulis
#Fiksi
#NonFiksi

Kamis, 27 Oktober 2016

Kesempatan Terakhir


Tepat pukul 05.00 wib. Suara alarm dengan volume full memekakan telinga bagi siapapun yang mendengarnya. Runi memang sangat sulit untuk bangun pagi hari. Memasang alarm adalah usahanya untuk bangut tepat waktu. Runi selalu memasang alarm meski usahanya masih saja belum berhasil. Sepertinya Runi masih terbuai dengan bunga tidurnya. Ibunda Runi menghampiri Runi yang masih terlelap di kasur kesayangannya yang sudah setia menemaninya hampir 17 tahun.
            “Runi anak bunda yang cantik, ayo bangun sayang udah jam 5. Waktu subuh sudah lewat. Ayo bangun nak. Shalat subuh dan bergegas untuk siap-siap berangkat sekolah,” ibunda Runi membangunkannya penuh dengan lemah lembut dan kasih sayang.
            “Masih ngantuk bunda, Runi tidur larut malam. Jam 1 Runi baru tidur.” Runi masih menutup matanya. “Ayolah sayang, masa anak kesayangan bunda mau melalaikan kewajibannya sebagai muslim? Di akhir nanti yang dihakimi pasti bunda, karena tidak berhasil membangunkan Runi untuk melaksakan shalat. Ayo sayang,” kata-kata terakhir bunda membuat Runi terbangun dan memeluk bundanya.
            “Astaghfirullah bunda. Terimakasih karena selalu mengingatkan Runi yang selalu khilaf ini. Maaf, karena Runi masih belum berubah sampai sekarang, Runi akan berusaha lagi untuk bangun tepat waktu Bunda.” Runi bergegas mengambil air wudhu, shalat dan siap-siap untuk berangkat ke sekolah. 20 menit kemudian, Runi membuka pintu kamar tanda sudah rapi dan siap untuk berangkat.
            “Sarapan dulu nak. Bunda sudah masak nasi goreng kecap sama telor mata sapi kesukaan kamu.”
            “Iya bunda.” Runi melahap sarapan paginya dengan penuh semangat sampai habis. Teh manis yang sudah disiapkan oleh bundanya diteguk sampai tetesan terakhir meski sudah dingin karena disiapkan bunda sejam yang lalu. “Aku berangkat ya bunda. Assalamu’alaikum.” Runi mencium punggung tangan bundanya dan berangkat sekolah. “Wa’alaikumussalam, hati-hati di jalan ya Nak,” pesan bundanya.
            Selangkah dua langkah Runi mantap melangkahkan kakinya penuh dengan percaya diri dan semangat. Beberapa menit sudah berlalu, perlahan meninggalkan jejaknya dari rumah. Tiba-tiba Runi mengecek handphonenya, dibuka tas ranselnya untuk sekedar memastikan pesan masuk dari seseorang yang mungkin saat ini sudah setia menunggunya dipertigaan sana.
            “Astagfirullah. Hp ku ketinggalan di kamar.” Seketika itu juga Runi berbalik arah menuju rumahnya. Berlari dengan mengerahkan segala kemampuannya. Hingga beberapa meter Runi berlari terlihat sosok bundanya di depan sana Runi berhenti sejenak untuk mengatur nafas. Bundanya tersenyum. Runi berlari lagi menghampiri bundanya sambil tergopoh-gopoh. “Bunda ada yang tertinggal,” keluh Runi sambil mengatur nafas yang belum stabil dan mengusap keringat yang hampir terjatuh. “Ini handphone nya. Suka kebiasaan selalu ada yang ketinggalan. Nanti kamu  harus lebih teliti lagi Runi, akhirnya kamu  jadi capek sendiri.”
            “Iya bunda terimakasih banyak. Runi berangkat ya.” Runi pergi setelah mencium pipi kanan bundanya.
            Runi kembali berlari karena merasa sangat telat. Jam di tangannya menunjukkan pukul 07.30 masih ada waktu 30 menit, gumamnya dalam hati. Sambil berlari Runi menyempatkan membuka HP-nya 10 message receive. Semua pesan tercantum nama “AWAN” dengan huruf kapital semua. Hanya pesan terakhir yang sempat dibacanya. “Masih dimana? Kamu sakit? Enggak masuk sekolah? Balas pesannya!!!”
            Runi tidak menghiraukan pesannya. Terus berjalan dan tertuju pada satu titik di persimpangan jalan. “Ah dia ternyata masih menunggu.” Runi melihat sesosok laki-laki yang mungkin seseorang yang sudah mengirimkan pesan berkali-kali dengan nama ‘AWAN’ di handphone nya. Runi tetap fokus berlari hingga sampai di depan seseorang yang sudah menunggunya sejak lama.

***********Bersambung*************

Selasa, 13 September 2016

Sekeping Hati Milikku


      “Sudahlah Mas, tak usah menghubungiku lagi untuk saat ini dan selamanya, aku hanya takut Allah tidak ridho dengan semua ini.” Malam ini aku mengirimkan pesan singkat via WhatsApp kepada salah satu teman dunia mayaku, yang akhir-akhir ini sudah terlalu sering menjalin komunikasi. Selama ini aku selalu menghindar dengan apapun chat yang dikirimnya. Tapi untuk kali ini aku tidak bisa mengendalikan kenyamananku aku menikmatinya.
      Setelah itu, aku tidur dengan segala ketenangan yang menyelimuti perasaanku. Tidak lupa, handphone kumatikan sebelum tidur. Keesokan harinya aku aktifkan hp dan data internetnya aku on kan. Puluhan chat memenuhi history pesan WhatsAppku dengan teman yang satu ini. Salah satunya yaitu :
        “Arumi, menikahlah denganku. Kupastikan kau akan bahagia berada di sampingku. Ini adalah pesan terakhirku, dan aku tidak akan mengirimkan pesan lagi kepadamu sebelum kamu memberikan jawaban kepadaku. Jika kamu bersedia menikah denganku, maka kita akan diskusikan untuk rencana selanjutnya tapi kalaupun kamu tidak menerimaku, maka balasan pesan yang nanti kamu kirimkan adalah pesan terakhir dari history percakapan kita. Aku tunggu sampai kamu siap untuk memberikan jawaban terbaikmu. Aku hanya ingin meminta maaf atas segala kekhilafanku yang selalu mengganggumu dengan pesan-pesanku, hanya satu yang harus kamu tahu karena keberanianku untuk menghalalkanmu menjadi teman hidupku baru ada saat kuterima pesan perpisahan darimu. Aku hanya takut kehilangan dan aku tidak ingin menyesal karena belum mengutarakan maksud dan tujuanku yang sebenarnya.” - Yusuf –
      Ada perasaan haru di dalamnya. Aku hanya ‘read’ pesannya tanpa membalasnya. Jam di handphoneku menunjukkan pukul 09.30 kulaksanakan dua raka’at shalat dhuha dan dipenghujungnya kusematkan do’a-do’a yang benar-benar menguras batinku. Meminta petunjuk-Nya agar senantiasa selalu diberikan kelapangan dalam berpikir dan memutuskan apa yang harus aku putuskan menuju masa depan yang akan kujalani selanjutnya.
        Dengan mengucap Bismillahirrahmaanirrahiim… ku balas sms Mas Yusuf dua minggu yang lalu.
“Bismillahirrahmaanirrahiim… Assalamu’alaikum Mas, sebelumnya Rumi ingin mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah mengirimkan pesan terakhir Rumi seperti itu. Tetapi maksud dari pesan itu bukan berarti Rumi ingin memutuskan tali silaturrahiim. Rumi hanya ingin berusaha untuk melakukan yang terbaik buat kita berdua. Tetapi setelah membaca pesan dari Mas. Rumi melaksanakan Istikharah bersama keluarga selama dua minggu terakhir ini. Rumi dan pihak keluarga ingin memberikan jawaban terhadap maksud Mas Yusuf kepada Rumi. Mas Yusuf, semoga Allah meridhoi maksud dan tujuan mulia mas Yusuf ini, dan Rumi bersedia menjadi Istri Mas. Semoga Allah Ridho atas jawaban ini.”
      Aku tahu mas yusuf sekarang sedang online WhatsAppnya. Setelah dua menit berlalu, Mas Yusuf membalasnya.
     “Wa’alaikumussalam wr. Wb…. MaasyaAllah. Terimakasih atas jawaban Rumi yang selama dua minggu ini Mas menunggunya dengan kegelisahan yang tiada tara. Terimakasih karena telah bersedia untuk menjadi Istri Mas. Nanti ba’da Isya, Mas dan Keluarga akan menemui kedua orang tua Rumi. InsyaAllah Allah meridhoi niat baik kita. Jangan henti untuk tetap panjatkan do’a-do’amu ya Rum.”
     Tak terasa air mataku menetes tak terbendung lagi. Ada keharuan yang luar biasa di dada ini. sujud syukur ku haturkan kepada-Nya. Allah… Terimakasih atas segala petunjuk dan karunia-Mu yang telah Engkau berikan kepada hamba.

************
       “Rumi. Apakah kamu bahagia?.”
       “Menurutmu?.”
       “Entahlah Rum. Hanya satu yang saat ini Mas cemaskan dalam hidup Mas. Mas takut kamu tidak bahagia bisa berada di samping Mas.”
     “Mas. Apakah Mas lupa dengan janji mas di pesan whatsApp itu? Bahwa mas akan pastikan kalau aku akan bahagia berada disampingmu. Sekarang yang ingin aku tanyakan, bagaimana perasaan mas sekarang setelah menjadi suamiku?.”
     “Rumit untuk aku jelaskan Rum. Ada keharuan disini, kebahagiaan yang tak cukup untuk mas ungkapkan dengan kata-kata sama Rumi. Mas bahagia, saaaaaaangat bahagia.” Mata Mas Yusuf yang berkaca-kaca terlihat penuh ketulusan memandangi wajahku saat ketika mengungkapkan kata-kata itu.
      “Baiklah Mas. Kali ini Rumi akan jujur dengan perasaan Rumi. Kebahagiaan yang kini Rumi rasakan adalah berkali-kali lipat atas kebahagiaan yang Mas Yusuf rasakan saat ini. Rumi bahagia bisa berada di samping Mas. Kini ijinkan Rumi untuk menghapus segala lara yang saat ini dan seterusnya Mas rasakan. Dan terimakasih karena telah mengijinkan Rumi untuk melengkapi sekeping hati milik Mas Yusuf.”
      Setelah ku akhiri kata-kataku, tanpa ada kata lagi, Mas Yusuf memelukku sembari menangis tersedu-sedu dalam bahuku. Aku bahagia… Lirihku kemudian.


Senin, 12 September 2016

Matriks



Spesifikasi

Judul Buku
Nikah Yuk!
Penulis
Maulida Mawarti Sasmi
Jenis Buku
Remaja dan Dewasa
Target Pembaca
17 th ke atas
Fisik Buku
Halaman Naskah : 150 Halaman

Ukuran Buku : 15x10 cm

Perkiraan Halaman Buku : 200 Halaman

Perkiraan Harga Jual : 40.000 – 50.000
Latar Belakang

Konsep
Mengajak Para Pemuda Pemudi untuk Memahami Makna Menikah yang sebenarnya dengan tujuan agar terhindar dari hal-hal yang mendekati zina. Sehingga bisa memilih untuk menikah atau tetap single sampai halal.
Manfaat Pembaca dan Kelebihan
Menambahkan semangat bagi pembaca agar senantiasa selalu berusaha untuk memperbaiki diri di hadapan-Nya dalam masa-masa menjemput jodoh.
Strategi Pemasaran
Via Media Sosial dan promo ke Lembaga-lembaga pendidikan. Sekolah atau Universitas.



What Do You Think about Marriage?

     Apa yang kamu pikirkan tentang pernikahan? Bagiku begitu sulit untuk mengurai kata-kata seputar pernikahan ini. Banyak hal yang ingin aku sampaikan. Tapi entah mengapa pikiran ini tak mampu untuk menuangkannya. Pikiran terasa kosong benar-benar tidak ada jalan keluar untuk menguntai kata-kata melalui pena. Setelah dilihat permasalahannya hal yang menurutku sensitif ini (pernikahan) ternyata tidak hanya bisa dipikirkan saja. Tetapi harus dirasakan oleh hati yang suci dan bersih.

       Jika dilihat dari kehidupan yang aku cermati. Pernikahan adalah ikatan suci antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim menjadi muhrim setelah dihalalkan melalui akad. Manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Lalu nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Sedangkan Allah SWT., telah memberikan solusi hidup yang lebih bahagia, berwarna dan disukai-Nya melalui pernikahan yang suci ini. 

      Lalu bagaimana dengan orang-orang yang memilih hidupnya untuk sendiri dulu tanpa mempunyai pasangan? Dari pertanyaan ini pasti banyak jawaban sesuai dengan masalah dari dalam diri orang-orang yang bersangkutan. Dengan alasan karena ingin memperbaiki diri di hadapan-Nya, ingin menikmati masa-masa sendiri, atau mungkin karena merasa trauma untuk berpasangan setelah disalah gunakan kepercayaannya oleh pasangan sebelumnya. Semua alasan itu sah-sah saja, karena setiap manusia mempunyai hak untuk berpendapat. Intinya tidak ada yang tahu isi dari segumpal daging yang ada di dalam diri ini (hati) selain dia sendiri yang merasanya.

Akhir-akhir ini tengah digemparkan dengan seorang pemuda berumur 17 tahun yang meminang seorang wanita muallaf. Adakah para pemuda yang lainnya merasa cemburu menyaksikan pemuda yang masih sangat belia ini mempunyai keberanian tingkat tinggi. Tapi, perlu digaris bawahi seperti apakah pemuda 17 tahun ini? Sosoknya? Akhlaknya? Dan kepribadiannya? Setelah saya selidiki ternyata dilihat secara lahir batin pemuda ini memang sudah siap. Pernikahannya pun disetujui oleh kedua orang tuanya dan guru-guru serta ustadz-ustadz dari berbagai pesantren yang dulu tempat pemuda tersebut menimba ilmu. Semua ini direstui oleh berbagai pihak.

           Setiap manusia antara yang satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan yang sangat jauh. Perbandingan antara pemuda 17 tahun yang mempunyai pengalaman belajar di berbagai pondok pesantren di belahan dunia dengan pemuda 17 tahun yang baru lulus sekolah lanjutan tingkat atas tentu tidak bisa disamakan apalagi dengan berbagai pengalaman yang berbeda. Jadi kesiapan seseorang untuk mempertahankan prinsip nikah muda itu relatif. Tergantung situasi dan kondisi yang ada pada diri masing-masing.

          Tentulah dengan segala kemudahan dan solusi hidup yang telah Allah SWT. karuniakan kepada ummat Islam merupakan suatu bahan renungan untuk dipikirkan. Jika memang sudah siap lahir batin maka hukum menikahpun menjadi wajib dan harus diselenggarakan. Tetapi jika memang belum siap, waktu masih panjang dan jadikanlah masa-masa kebebasan ini menjadi quality time dalam menyempurnakan ibadah kepada-Nya

Marriage Is My Life
          Menikah adalah hidupku. Sepertinya pernyataan ini sedikit terkesan blak-blakkan. Tapi apapun yang terjadi tegakkanlah prinsip hidupmu setinggi-tingginya. Hehehe. Bagi seseorang yang masih alone menikah bagaikan misteri dalam hidupnya. Maksudnya misteri disini bukan berarti sesuatu yang mistis ya, tapi lebih kepada artian penuh teka-teki dalam menemukan calon pasangan hidupnya yang benar-benar tulus.
  
       Menikah adalah separuh dari Agama. Benar-benar luar biasa, tapi bagi yang belum menikah hal ini masih dipertanyakan karena belum bisa mendefinisikan secara pasti untuk menunjukan kevalidan tentang pernyataan ‘menikah adalah separuh dari Agama. Tetapi saya pernah menyimak salah satu hadis dari salah satu ustadz yang menjelaskan dalam kitab safinah (Fiqih).
           Dari Anas Bin Malik R.A. Nabi SAW. Bersabda:
“Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang solihah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertaqwalah kepada Allah setengah sisanya. (HR. Baihaqi).

      Jadi menikah adalah solusi hidup yang lebih bahagia dan lebih berwarna dengan segala keindahan di dalamnya lengkap dengan masalah-masalah yang ada di dalamnya pula.

Menunda Menikah
          Menunda menikah dalam keadaan siap lahir batin adalah dosa hukumnya. Karena jika memang sudah siap mengapa harus ditunda-tunda lagi. Ada beberapa masalah yang membuat seseorang menunda menikah. Tepatnya seorang laki-laki yang enggan untuk melamar calon istri atas pilihannya.

·        Memperbaiki diri di Hadapan-Nya
Alasan yang satu ini cukup realistis meski akan ada sanggahan seperti : Meskipun sudah menikah, tetap masih bisa untuk memperbaiki diri di hadapan-Nya dan tentunya lebih sempurna karena dilakukan berdua bersama-sama dengan pasangan. Sanggahan seperti ini juga bisa dibenarkan karena memang itu kenyataan yang ada. 

Kesiapan
Kedua alasan seseorang menunda menikah adalah kesiapan. Kesiapan disini berarti ada beberapa hal yang harus diselesaikan sebelum menikah. Seperti sekolah atau kuliah yang belum selesai. Belum mendapatkan pekerjaan, belum bisa menafkahi kedua orang tua sehingga hal ini menghambat untuk menikah. Sebenarnya alasan ini bisa diselesaikan dengan seiring berjalannya waktu. Sehingga kebaikan di dalamnyapun dua kali lipat. Tapi apapun itu, setiap diri pasti lebih mengetahui apa yang diinginkannya jika memang ingin menyelesaikan sekolah, bekerja, fokus terhadap orang tua merupakan alasan menunda menikah, konsekuensi yang harus diambil adalah single sampai halal. Jangan sampai tergoda atau memilih jalan yang salah, jalan yang tidak diridhoi Allah SWT., menjalin hubungan tanpa status yang jelas.

·        Memiliki Prioritas Lain

         Ketiga, alasan pemuda menunda menikah adalah karena mempunyai kepentingan lain seperti menginginkannya kebebasan tanpa larangan ini dan itu. Aktif di berbagai organisasi yang menyita waktu dalam kesibukan. Hal ini sangat dikhawatirkan bagi kaum laki-laki jika sudah menikah nanti tidak diijinkan oleh sang Istri untuk aktif kembali di organisasi dan karena memang tidak ingin waktu kebersamaan bersama keluarga kecilnya berkurang karena digunakan oleh kegiatan pribadinya meski kegiatan ini berhubugan dengan orang banyak. Maka orang seperti ini akan menunggu waktu yang pas untuk menjemput jodoh dan menikah.

Nikmatilah indahnya berbagai macam perbedaan. Karena setiap manusia mempunyai perbedaan yang unik antara yang satu daan yang lainnya. Kunci dari pernikahan ini sebenarnya simpel, yaitu komitmen. Komitmen untuk saling memberikan kebahagiaan satu sama lain dalam kebebasan dan tetap tidak keluar dari koridor komitmen yang telah disepakati.

Sabtu, 03 September 2016

DAFTAR ISI

Ucapan Terima Kasih..........
Kata Pengantar...................

What Do You Think About Marriage.............................?
Marriage Is My Life..............
Urgensitas Menikah............
Alasan Menunda Menikah...
Single VS Jomblo................
Menjemput Jodoh...............
Penyempurna Separuh Agama.................................
Jodoh Fiisabilillah................

Tentang Penulis...................


Jumat, 26 Agustus 2016

Meninggalkan Jejak untuk Orang yang Dicintai

Hal yang sering terjadi akhir-akhir ini dalam aktifitasku adalah tidak samanya antara ucapanku dengan kata hatiku. Bukan karena munafik (lain di mulut lain di hati) tapi alasan positifnya adalah karena berusaha tidak ingin jujur (Berasa tidak jujur dalam kebaikan). Padahal mungkin banyak orang yang tersakiti hatinya karena ketidak jujuran ini. Di bawah ini adalah contoh kecil tentang ketidak jujuran
“Makan dulu Nak. Capek.”
“Iya nanti saja Mah. Kalau sudah laper, pasti makan kok.”
Hatipun berbicara dalam kesadaran. “Astagfirullah, apakah enggak ada bahasa yang lebih baik selain itu. Apa susahnya Cuma bilang ‘Iya’ tanpa kata-kata alasan di belakangnya yang memang berasa sepele tapi ‘mungkin’ mempunyai makna mendalam bagi sang ‘Mamah’. Menolak tapi terdengar suara kerucuk kerucuk di perut. Apalagi kalau bukan kelaperan?”
Lalu siapa yang salah? Atau mungkin sang anak yang sedang sensitif tidak mau diganggu karena asyik mainin gadget? Sibuk chatingan dengan si ‘do’i’? Sibuk mengerjakan laporan? atau sibuk karena nyusun skripsi? Sepertinya apapun alasannya jika ingin dimudahkan segala urusannya haruslah bersikap baik kepada sang ‘Mamah’ bukankah keridhoan Allah tergantung keridhoan Orang Tua? ‘Maaf Maaah’. Lagi-lagi hanya hati yang mempunyai ketulusan untuk meminta maaf.
Salah satu cara untuk mengklarifikasi ketidak benaran ini adalah dengan menulis. Karena bagiku menulis adalah bentuk ekspresi diri yang tulus dan tidak dapat dipertanyakan legalitasnya. Mengapa? Karena menulis membutuhkan ruang, waktu dan ketenangan dalam mengungkapkan kata-kata yang bersumber dari pikiran yang ditransfer ke dalam hati jika kedua belah pihak ini sama-sama menyetujui dan ‘pantas’ untuk diungkapkan maka tahap selanjutnya adalah digoreskan melalui pena. Ah rasanya benar-benar indah.
Menulis adalah bercerita. Berbagi pengalaman hidup yang di dalamnya ada bentuk-bentuk perjuangan. Seperti memperjuangkan kebahagiaan, perjuangan bangkit dari keterpurukan, perjuangan hanyut dalam kemalasan, perjuangan mengerjakan sesuatu yang tidak bisa menjadi bisa, atau sampai kepada perjuangan menemukan si ‘dia’ sang pemilik tulang rusuk yang tertulis di lauhul mahfudz (apa ceunah). Heheheh
Boleh cerita sedikit yaaaa…. Dibawah ini adalah contoh atau cerita dalam bentuk curhatan. Eh maksudnya adalah contoh alasan mengapa kita (khususnya saya) harus menulis. Menulis untuk mengabadikan momen dalam goresan pena untuk dikenang. Selamat menyimak…
Tidak terasa hampir dua bulan ini aku hampir menuntaskan salah satu mata kuliah praktek di kampus, yaitu magang kerja/internship yang kebetulan mata kuliah ini baru ada di dua tahun terakhir ini karena memakai kurikulum baru. Selama magang kerja di salah satu kantor pemerintah di kotaku yang aku pilih, setiap harinya aku lalui dengan happy layaknya seperti pegawai/staff pekerja beneran yang profesional. Bagaimana tidak? Berangkat pagi, pulang sore kurang lebih sekitar pukul 4. Padahal dari pihak kantor memberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya kepadaku mau masuk atau tidak it’s oke. Tapi bagaimana? Lagi-lagi aku tampil apa adanya dengan caraku. Tidak peduli jika ada yang menyebut saya ‘terlalu rajin’ atau mungkin dikatain kayak anak SMA yang mau-maunya disuruh ini itu. Sedikit sakit sih. Tapi tentunya hidup ini bukan hanya untuk merasakan sakit bukan? Akhirnya karena rasa bahagia yang kumiliki, sakit itu tidak terasa. Aku sendiri sebagai pemeran tidak merasa disuruh-suruh, tidak merasa tertekan, apalagi merasa dibulli. Tidak. Sama sekali aku tidak merasakan itu semua. Aku hanya ingin belajar. Belajar istiqomah dalam ketulusan, belajar memahami karakter setiap orang dan belajar memaknai hidup yang lebih berarti  . Bukan ingin cari perhatian ataupun sensasi.
Banyak pelajaran dan pengalaman yang aku dapatkan disini. Aku mendapatkan kesempatan untuk mempunyai kenalan baru, relasi baru, keluarga baru. Gapapa kan aku ingin menganggap mereka keluarga? Oke lanjut…. Ceritanya, dua hari terakhir ke depan adalah hari terakhir aku ngantor. Hari ini (hari kamis) dan hari besok hari jum’at. Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke kantor, padahal dua hari ini adalah detik-detik perpisahan. Aku tidak berangkat. Sebenarnya alasanku tidak masuk kantor adalah karena aku tidak sanggup untuk menghadapi kenyataan untuk perpisahan ini. Sekarang perasaan ini benar-benar sedih. Sedih yang tidak dibuat-buat. Terserah orang lain mau bilang lebay atau alay. Tapi ya seperti ini keadaan perasaanku saat ini.
Selanjutnya aku membuka laptop, mendengarkan musik untuk merelaksasikan kepala dan akhirnya akupun menulis. Pertama aku menulis tentang alasan mengapa harus menulis dan kedua, aku ingin menulis sekilas tentang momen selama di kantor.
Sebenarnya disini tidak ada kata perpisahan, karena akan ada banyak cara untuk terus menyambungkan tali silaturrahim bukan hanya dengan datang setiap hari ke kantor saja kan. Tapi tetap saja, ada perasaan beda di detik-detik terakhir keberadaanku di kantor ini. Entahlah dengan perasaan mereka seperti apa, karena sekarang aku terlalu sibuk dengan menata perasaan ini agar bisa islah dengan semuanya.
Cinta dan kasih sayang adalah dua unsur dalam hidup yang tidak bisa dipisahkan. Saat  mencintai dan menyayangi setiap orang sepertinya sang pemilik cinta dan kasih sayang tidak pernah menuntut orang yang dimaksud tahu seberapa besar rasa yang dia punya. Cukup hanya dirinya yang tahu. Mungkin ini sebab dari tidak adanya ruang dan waktu yang serius untuk mengungkapkan semuanya kalau bukan diungkapkan melalui kata-kata tertulis. Maka menulis adalah caraku untuk melepaskan segala kegelisahan dan kegundahan dalam menyayangi orang lain yang tidak tersalurkan atau tersampaikan lewat ucapanku.
Dan yang terakhir alasan mengapa kita harus menulis yaitu mengubah paradigma berpikir manusia dalam realita hidup. Siapakah yang dapat mengubah paradigma berpikir setiap orang? Jawabannya ada pada diri kita sendiri, karena pada dasarnya yang dapat mengubahnya adalah diri sendiri. Lalu bagaimana cara mengubahnya? Membaca! Solusinya adalah dengan membaca. Dengan membaca maka kamu akan mengenal dunia.
Jadi pada intinya menurut versi saya, alasan mengapa kita (khususnya saya) harus menulis adalah untuk meninggalkan jejak untuk orang yang kita cintai agar dikenal dan dikenang dalam arti kebermanfaatannya. Karena ada tiga amal yang tidak akan terputus. Yaitu : sodaqoh jariyah, Ilmu yang bermanfaat dan anak solih yang mendo’akan kedua orang tuanya.


Minggu, 15 Mei 2016

Sahabat

Sahabat sejati adalah orang yang paham akan karakter yang kita miliki... mengalah saat kita marah dan membantu saat kita kalah...
Sahabat adalah sosok yang akan  selalu menguatkan saat kita berada dalam posisi yang sulit... memberi semangat dan do'a...
Sahabat adalah tempat kita untuk mencurahkan segala kebahagiaan dan kesedihan...
Sahabat adalah dia yang tulus bukan modus...
Sahabat itu aku dan kamu yang kan selalu merindu...


Sabtu, 07 Mei 2016

Masa dan Kerinduan


Asa yang terkubur masa...
sang fajar lelah menunggu senja...
kemanakah harus bermuara...
tak ada tempat untuk bernaung
hingga sang malam kembali menjemput dalam kegelapan...
semua keindahan-Nya terasa semu...
tak ada gairah
tak ada semangat...
berada dalam ketidakpastian yang membuat para hawa gundah dalam ketaatan...

Senin, 02 Mei 2016

Pengalaman Pertama Membaca Buku Hingga Sekarang




Buku adalah jendela ilmu. Itulah slogan pertama yang aku tahu tentang buku saat aku duduk di bangku Sekolah Dasar. Tak begitu banyak buku-buku yang aku baca saat itu, meski aku sering ke perpustakaan sekolah, tapi aku pilih-pilih mana buku yang nanti akan aku baca. Perpustakaan sekolahku berada di belakang sekolah, aku dan teman-teman sering mengunjunginya meski ruangannya dipenuhi dengan tumpukan-tumpukan buku dan berdebu tapi kami selalu menghabiskan waktu istirahat kami di perpustakaan sekolah. Disini buku-buku sangat banyak, ada buku sejarah, buku pelajaran, ilmu pengetahuan, novel remaja, sampai buku komik . Aku adalah salah satu penikmat buku komik waktu itu. Alur ceritanya mengasyikkan dan dilengkapi dengan gambar-gambar yang lucu dan berwarna.
Saat aku duduk di Sekolah Dasar, aku hobi menulis biodata diri sendiri. Seperti nulis nama, tempat tanggal lahir, cita-cita, sekolah, motto hidup, makanan pavorit, hal yang disukai, dan tak lupa aku selalu menuliskan hobiku, yaitu : Membaca… Menulis… Selalu seperti itu… memasuki tingkat SMP, aku suka baca novel remaja yang isinya mempunyai makna motivasi diri, baik itu tentang sekolah, teman-teman, ataupun kehidupan di keluarga. Aku senang membaca, tapi saat aku merasa lelah aku memilih untuk istirahat dan tidur. Ada beberapa orang yang suka baca dan terus-terusan tanpa berhenti sebelum satu buku dituntaskan semuanya. Aku salut sama orang yang kayak gini. Hehe…
Memasuki tingkat SMA aku senang membaca, baik itu lewat media sosial ataupun buku-buku motivasi dari mulai tulisan karya Saliim A. F illah, Tere Liye, sampai buku-buku novel karya Habiburrahman El-Shirazi, tidak hanya membaca buku-bukunya, postingannya yang dikirim di media sosial pun (facebook) aku selalu mengikutinya. Aku juga selalu mengikuti postingan-postingan tokoh-tokoh masyarakat seperti Aa Gym, Ustadz Arifin Ilham, Ustadz Yusuf Mansur, dan lain sebagainya. Kata-kata dan nasehat-nasehat beliau benar-benar sangat berpengaruh bagi diri ini dan manfaat membaca yang aku rasakan benar-benar terasa sampai sekarang. Buku yang aku baca, kebanyakan aku pinjam dari sana sini. Dari perpustakaan, dari teman-teman, dari kakak kelas dan dari orang-orang yang suka baca tentunya.
Banyak kendala dalam mengistiqomahkan membaca ini. Mulai dari membaca yang baru beberapa lembar terhenti karena kantuk yang menyerang, terhenti membaca karena tugas yang menumpuk, sampai lupa untuk meneruskan membaca karena sudah terlewat berhari-hari dan akhirnya rasa malas untuk melanjutkan. Tapi, apapun yang terjadi aku harus bisa mengalahkan rasa malas ini.
Menunggu adalah hal yang membosankan. Baik menunggu dosen masuk kelas, menunggu teman saat kumpul kelompok mengerjakan tugas, dan apapun bentuk menunggu lainnya Tapi bagiku, menunggu adalah suatu kesempatan untuk menambah ilmu dengan membaca. Saat-saat menunggu ini, aku lebih sering mainin handphone, baca ebook ataupun liannya. Apalagi saat aku mempunyai aktifitas baru, yaitu berkunjung ke blog-blog para blogger yang mempunyai bakat dan ambisi yang tinggi dalam menulis karya-karyanya. Dan akhirnya aku mendapatkan inspirasi, pengetahuan, motivasi hidup, semangat untuk berkarya dan masih banyak  manfaat lainnya.
Sangat banyak sekali manfaat hobi dari membaca. Membaca itu relatif, membaca itu dapat dilakukan dimana saja. Membawa buku kemana-mana merupakan suatu hal yang tidak merugikan untuk dilakukan. Membaca buku dapat memberikan berbagai macam manfaat dan inspirasi ataupun referensi informasi untuk mendapatkan peluang di masa depan.
Jujur, aku sendiri lebih suka membaca lewat media sosial ataupun berbentuk digital karena terkesan simple seperti ebook dan sebagainya. Karna peluang untuk membaca di zaman sekarang sudah sangat mudah jika kita pintar-pintar menggunakan dan mampu memfungsikan alat-alat teknologi informasi dan komunikasi saat ini, yaitu dengan menggunakannya dalam hal yang positif. Tetapi bukan suatu hal yang harus dilupakan, meskipun media sosial lebih canggih tapi buku harus tetap menjadi media nomor satu dalam membaca.
 Membaca juga merupakan salah satu metode untuk menambah wawasan dan meningkatan kecerdasan otak. Sering membaca menyebabkan otak akan aktif  dan mempunyai daya respon yang cepat. Pengalaman membaca ini bermacam-macam, dan saat ini aku menemukan sesuatu yang berbeda dalam membaca yaitu membaca kitab kuning. Mungkin kebanyakan orang sudah biasa dalam membaca kitab kuning ini apalagi yang mempunyai pengalaman menuntut ilmu di pondok pesantren.
Ada beberapa kitab yang yang aku pelajari saat ini, yaitu Ta’lim muta’alim, fathul qarib, tafsir jalalain, mukhtar hadits dan safinnatunnajah. Sebenernya bingung karna ini merupakan hal yang pertama dalam belajar kitab. Semangat sempet surut karna mungkin bisa dibilang ketinggalan dari temen-temenku yang sudah jago dalam kitab ini. Tapi teringat pesan ustadz pada waktu itu, meskipun kita belum bisa membaca dan merasa kesulitan, istiqomah dan sabar. InsyaAllah seiring berjalannya waktu Allah akan memberikan pemahaman kepada kita.
Dari 5 kitab ini, kitab yang paling senang dan aku lebih paham isinya yaitu kitab mukhtar hadits. Kitabnya berisi tentang  hadits-hadits Rasulullah SAW., lebih mudah dipahami karena bahasa arabnya lengkap memakai syakal… hehehe. Hikmah yang dapat diambil dari Pengalaman membaca kitab ini tentunya merupakan suatu hal yang harus disyukuri karena Alhamdulillah masih diberikan kesempatan untuk mengenal dan belajar untuk memahami isi dari kitab ini.
Kesimpulannya, harus tetap semangat dalam usaha untuk tetap continue dalam membaca, karna membaca mempunyai manfaat untuk diri sendiri dan menuangkannya dalam tulisan untuk bermanfaat bagi orang lain. Sudah saatnya untuk terus memaksakan diri sendiri dalam kebenaran. 

So… keep reading guys…