Tepat
pukul 05.00 wib. Suara alarm dengan volume full memekakan telinga bagi siapapun
yang mendengarnya. Runi memang sangat sulit untuk bangun pagi hari. Memasang
alarm adalah usahanya untuk bangut tepat waktu. Runi selalu memasang alarm
meski usahanya masih saja belum berhasil. Sepertinya Runi masih terbuai dengan
bunga tidurnya. Ibunda Runi menghampiri Runi yang masih terlelap di kasur
kesayangannya yang sudah setia menemaninya hampir 17 tahun.
“Runi anak bunda yang cantik, ayo
bangun sayang udah jam 5. Waktu subuh sudah lewat. Ayo bangun nak. Shalat subuh
dan bergegas untuk siap-siap berangkat sekolah,” ibunda Runi membangunkannya
penuh dengan lemah lembut dan kasih sayang.
“Masih ngantuk bunda, Runi tidur
larut malam. Jam 1 Runi baru tidur.” Runi masih menutup matanya. “Ayolah
sayang, masa anak kesayangan bunda mau melalaikan kewajibannya sebagai muslim?
Di akhir nanti yang dihakimi pasti bunda, karena tidak berhasil membangunkan
Runi untuk melaksakan shalat. Ayo sayang,” kata-kata terakhir bunda membuat
Runi terbangun dan memeluk bundanya.
“Astaghfirullah bunda. Terimakasih
karena selalu mengingatkan Runi yang selalu khilaf ini. Maaf, karena Runi masih
belum berubah sampai sekarang, Runi akan berusaha lagi untuk bangun tepat waktu
Bunda.” Runi bergegas mengambil air wudhu, shalat dan siap-siap untuk berangkat
ke sekolah. 20 menit kemudian, Runi membuka pintu kamar tanda sudah rapi dan
siap untuk berangkat.
“Sarapan dulu nak. Bunda sudah masak
nasi goreng kecap sama telor mata sapi kesukaan kamu.”
“Iya bunda.” Runi melahap sarapan
paginya dengan penuh semangat sampai habis. Teh manis yang sudah disiapkan oleh
bundanya diteguk sampai tetesan terakhir meski sudah dingin karena disiapkan
bunda sejam yang lalu. “Aku berangkat ya bunda. Assalamu’alaikum.” Runi mencium
punggung tangan bundanya dan berangkat sekolah. “Wa’alaikumussalam, hati-hati
di jalan ya Nak,” pesan bundanya.
Selangkah dua langkah Runi mantap
melangkahkan kakinya penuh dengan percaya diri dan semangat. Beberapa menit
sudah berlalu, perlahan meninggalkan jejaknya dari rumah. Tiba-tiba Runi
mengecek handphonenya, dibuka tas ranselnya untuk sekedar memastikan pesan
masuk dari seseorang yang mungkin saat ini sudah setia menunggunya dipertigaan
sana.
“Astagfirullah. Hp ku ketinggalan di
kamar.” Seketika itu juga Runi berbalik arah menuju rumahnya. Berlari dengan
mengerahkan segala kemampuannya. Hingga beberapa meter Runi berlari terlihat
sosok bundanya di depan sana Runi berhenti sejenak untuk mengatur nafas. Bundanya
tersenyum. Runi berlari lagi menghampiri bundanya sambil tergopoh-gopoh. “Bunda
ada yang tertinggal,” keluh Runi sambil mengatur nafas yang belum stabil dan
mengusap keringat yang hampir terjatuh. “Ini handphone nya. Suka kebiasaan
selalu ada yang ketinggalan. Nanti kamu harus lebih teliti lagi Runi, akhirnya kamu jadi capek sendiri.”
“Iya bunda terimakasih banyak. Runi
berangkat ya.” Runi pergi setelah mencium pipi kanan bundanya.
Runi kembali berlari karena merasa
sangat telat. Jam di tangannya menunjukkan pukul 07.30 masih ada waktu 30
menit, gumamnya dalam hati. Sambil berlari Runi menyempatkan membuka HP-nya 10
message receive. Semua pesan tercantum nama “AWAN” dengan huruf kapital semua.
Hanya pesan terakhir yang sempat dibacanya. “Masih dimana? Kamu sakit? Enggak
masuk sekolah? Balas pesannya!!!”
Runi tidak menghiraukan pesannya.
Terus berjalan dan tertuju pada satu titik di persimpangan jalan. “Ah dia
ternyata masih menunggu.” Runi melihat sesosok laki-laki yang mungkin seseorang
yang sudah mengirimkan pesan berkali-kali dengan nama ‘AWAN’ di handphone nya.
Runi tetap fokus berlari hingga sampai di depan seseorang yang sudah
menunggunya sejak lama.
***********Bersambung*************